Manila (Indonesia Mandiri) – Dalam perjalanan Kemerdekaan kita hingga saat ini, banyak sekali Nilai-nilai Luhur Bangsa Indonesia yang sengaja digeser oleh para penguasa yang korup.
Gotong Royong : Sejak Era Soeharto yang menerapkan prerekonomian Indonesia ke arah yang lebih kapitalistis, maka Gotong Royong, tidak lagi terlihat didalam kehidupan perekonomian kita.
Warung-warung kecil dan pasar-pasar tradisional dilibas oleh banyaknya Mini Market di setiap pojok jalan. Yang berlanjut dan tak terbendung lagi hingga kini.
Penerapan perekonomian seperti ini jelas, tidak berpihak kepada Rakyat kebanyakan, kalau tidak mau dibilang Rakyat Kecil / Rakyat Miskin, yang masih mendominasi jumlah masyarakat Indonesia hingga saat ini.
Cerminan dari pemikiran, serta pola pikir yang Kapitalistis, membuat orang menjadi individualistis.
Sementara, nilai-nilai Kapitalistis tersebut direkayasa masuk ke akar nilai-nilai Masyarakat yang sebenarnya Terlahir Sebagai Insan Sosial yang Gotong Royong.
Perusakan tatanan ini, secara langsung maupun tidak, merusak tatanan-tatanan sosial lainnya, searah dengan perkembangan penerapan sistem perekonomian itu sendiri.
Sudah saatnya kita secara bersama-sama, dengan Kesadaran Berbangsa dan Bertanah Air, mengembalikan Nilai-nilai Luhur tersebut pada porsinya kembali.
Tut Wuri Handayani : Pola pengajaran yang dahulu pernah diterapkan di Indonesia, dengan pola Tut Wuri Handayani, kini sudah digeser dengan pola Menghafal dan Didikte. Di sisi lain, para siswa dijejali berbagai Mata Pelajaran yang berisi hal-hal yang tidak terlalu penting.
Dalam hal ini, justru tidak melahirkan Manusia Indonesia yang Kritis dalam Analisis, tetapi mengantarkan para siswa2 tersebut pada Pola Hafalan dan Menerima Perintah.
Di Lain Pihak, di Negara-negara Maju, siswa hanya diberikan beberapa Mata Pelajaran, yang mengkrucut pada suatu keahlian tertentu. Sehingga mereka akan menjadi spesialis pada bidangnya masing-masing.
Budi Pekerti : Pelajaran Budi Pekerti, dahulu pernah diterapkan dengan baik dan benar, sehingga alumni sekolah dasar sekalipun sudah paham akan etika bergaul sesama insan sosial.
Dalam Budi Pekerti, semua nilai-nilai yang baik dan benar, dalam menjalin hubungan sosial, semua ada disitu.
Saat tahun 70 an, Pelajaran tersebut dihapuskan, maka tidak sampai 10 tahun kemudian, tawuran antar siswa terjadi dimana-mana.
Seyogyanya, pada saat itu pula, para orang-orang yang aktif dalam dunia pendidikan, mendorong pemerintah untuk mengembalikan kurikulum tersebut. Tetapi justru diisi dengan pelajaran-pelajaran yang seolah-olah memberi pencerahan, padahal justru mengarah pada Pola Hafalan dan Menerima Perintah.
Kearifan Lokal : Nilai-nilai Budi Pekerti, sebenarnya tidak saja kepada prilaku pergaulan dengan sesama manusia, tetapi lebih daripada itu, Kearifan Lokal merupakan Budi Pekerti Bangsa Indonesia Terhadap Lingkungan Sekitar. (Hati-hati Teori Labelling)
Sapto Satrio Mulyo 18/07/2011